Translate

Selasa, 18 Desember 2012

Integrasi Delphi, AHP dan SWOT



Integrasi dari tiga metode utama untuk pengambilan keputusan yang terdiri dari Delpi, AHP dan SWOT diharapkan akan menghasilkan keputusan strategi pemasaran  yangmenyeluruh yang efektif serta tepat guna dan tujuan untuk mencapai sasaran atau hasil yang diinginkan . Integrasi ke tiga metode pengambil keputusan ini secara garis besar bekerja berurutan disesuaikan dengan sifat dan karakter dari metode itu yang dimulai dari Delphi, AHP dan terakhir SWOT.
Garis besar Integrasi proses ke tiga metode pengambil keputusan adalah sebagai berikut:
·        Input dari Delphi berupa kuisoner dan outputnya list of criteria atau daftar  dari kriteria – kriteria.
·        Input dari AHP adalah list of criteria dari Delphi dan output AHP adalah berupa pembobotan faktor dari kriteria – kriteria keputusan tersebut.
·        Output AHP yang berupa pembobotan faktor dari kriteria – kriteria keputusan tersebut merupakan input bagi SWOT dimana ouput dari SWOT yang mana merupakan pilihan strategi dan arah pemasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.

SWOT (Strengths, Weakness, Opportunity, Threat)


      Dalam pembuatan SWOT matriks ini dibutuhkan matriks EFE dan matriks IFE untuk menentukan strategi yang akan diambil perusahaan berdasarkan kondisi tertentu dimana matriks tersebut adalah:
   a). Matriks  Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix).
         Mengidentifikasi faktor – faktor eksternal apakah faktor tersebut adalah sebagai peluang atau ancaman. EFE Matrix memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan , politik, pemerintahan, hukum, tehnologi dan kompetitif.
b). Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matrix).
             Mengidentifikasi faktor – faktor internal apakah faktor tersebut adalah sebagai peluang atau ancaman. IFE Matrix ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area – area fungsional bisnis dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasiserta mengevaluasi hubungan diantara area tersebut.
     Matriks SWOT, mencocokan peluang dan ancaman dari faktor eksternal dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor internal.  
Matriks SWOT mengintegrasikan Strength dengan Opportunity (SO), Strength dengan Threath (ST), Weakness dengan Opportunity (WO), dan Weakness dengan Threath (WT).
Strategi SO digunakan dengan pendekatan mengoptimalkan semua kekuatan perusahaan untuk mengambil semua peluang yang ada sehingga mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan.
Strategi WO digunakan dengan pendekatan mengoptimalkan semua peluang yang ada untuk mengurangin kelemahan yang menghambat perusahaan.
Strategi ST digunakan dengan pendekatan mengoptimalkan semua kekuatan perusahaan untuk mengurangi ancaman yang merugikan perusahaan.
Strategi WT digunakan dengan pendekatan meminimalisasi baik ancaman maupun kelemahan perusahaan dengan cara mencari celah-celah yang memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan.


Analytic Hierarchy Process (AHP)


Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process - AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.
Prinsip kerja AHP adalah penyerderhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria, dan alternatif

Tahapan – tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP adalah sebagai berikut :
1.      Membuat struktur hirarki dari permasalahan pengambilan keputusan
Pembuatan struktur hirarki dari suatu permasalahan merupakan proses awal yang menjadi dasar dalam AHP. Hirarki yang dibangun menunjukkan hubungan antara elemen-elemen pada level yang sama dengan level dibawahnya. Saaty (2000) menyarankan bahwa salah satu cara yang paling tepat dalam membuat struktur hirarki adalah dengan menetapkan tujuan (goal) yang ingin dicapai, kemudian diturunkan hirarkinya. Sedangkan penyelesaikan alternatif-alternatif naik ke atas samapai dimana dua proses terhubungkan dan dapat dibandingkan. 
2.      Membuat matrik perbandingan berpasangan
Setelah struktur hirarki terbentuk dan data telah diperoleh, maka dilakukan perbandingan. Parameter-parameter dari setiap elemen dari matriks berpasangan (pairwise) perlu didefinisikan. Elemen-elemen dari suatu level dibandingkan berpasangan dengan tetap memperhatikan elemen spesifik pada level diatasnya. Suatu matriks keputusan (A) akan diformulasikan dengan menggunakan perbandingan tersebut. Perbandingan antara dua kriteria dibuat berdasarkan kriteria mana yang lebih penting     dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai. Saaty (2000) menyarankan menggunakan skala 1-9 untuk perbandingan secara kuantitatif dari alternatif-alternatif yang tersedia.

3.      Konsistensi dari perbandingan
Consistency Index (CI) merupakan suatu cara untuk mengukur error dari keputusan. Semakin mendekati nilai nol, maka CI semakin konsisten. Selain itu rasio dari CI secara random juga dibandingkan dengan random index (RI) dikenal dengan nama Consistency ratio (CR). Saaty (2000) menyarankan bahwa sebaiknya nilai CR < 10% untuk menunjukkan bahwa keputusun dapat diterima (konsisten). Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.



Metode Delphi



         Metode Delphi adalah modifikasi dari teknik brainwriting dan survei. Dalam metode ini, panel digunakan dalam pergerakan komunikasi melalui beberapa kuisioner yang tertuang dalam tulisan. Teknik Delphi dikembangkan pada awal tahun 1950 untuk memperoleh opini ahli. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh konsensus yang paling reliabel dari sebuah grup ahli. Teknik ini diterapkan di berbagai bidang, misalnya untuk teknologi peramalan, analisis kebijakan publik, inovasi pendidikan, program perencanaan dan lain – lain.
Metode Delphi dikembangkan oleh Derlkey dan asosiasinya di Rand Corporation, California pada tahun 1960-an. Metode Delphi merupakan metode yang menyelaraskan proses komunikasi suatu grup sehingga dicapai proses yang efektif dalam mendapatkan solusi masalah yang kompleks.
Pendekatan Delphi memiliki tiga grup yang berbeda yaitu : Pembuat keputusan, staf, dan responden. Pembuat keputusan akan bertangungjawab terhadap keluaran dari kajian Delphi. Sebuah grup kerja yang terdiri dari lima sampai sembilan anggota yang tersusun atas staf dan pembuat keputusan, bertugas mengembangkan dan menganalisis semua kuisioner, evaluasi pengumpulan data dan merevisi kuisioner yang diperlukan. Grup staf dipimpin oleh kordinator yang harus memiliki pengalaman dalam desain dan mengerti metode Delphi serta mengenal problem area. Tugas staf kordinator adalah mengontrol staf dalam pengetikan. Mailing kuesioner, membagi dan proses hasil serta pernjadwalan pertemuan. Responden adalah orang yang ahli dalam masalah dan siapa saja yang setuju untuk menjawab kuisioner.
  
            Prosedur Delphi
Prosedur metode Delphi adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan pertanyaan Delphi
    Ini merupakan kunci proses Delphi. Langkah ini dimulai dengan memformulasikan garis besar pertanyaanoleh pembuatan keputusan. Jika responden tidak mengerti garis besar pertanyaan maka masukan proses adalah sia – sia. Elemen kunci dari langkah ini adalah mengembangkan pertanyaan yang dapat dimengerti oleh responden. Anggota staf harus menginterview pembuat keputusan benar – benar jelas mengenai pertanyaan yang dimaksud dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan.
2. Memilih dan kontak dengan responden
       Partisipan sebaiknya diseleksi dengan dasar ; secara personal responden
mengetahui permasalahan, memiliki informasi yang tepat untuk dibagi, tranformasi untuk melengkapi Delphi dan responden merasa bahwa agregasi pendapat panel responden akan termasuk informasi yang mereka nilai dan mereka tidak mengakses dengan cara lain. Seleksi aktual dari responden umumnya menyelesaikan melalui penggunaan proses nominasi.
3.  Memilih ukuran contoh
Ukuran panel responden bervariasi daengan kelompok yang homogen dengan lima partisipan mungkin cukup. Akan tetapi dalam sebuah kasus dimana refrence yang bevariasi diperlukan maka dibutuhkan partisipan yang lebih besar.
4. Mengembangkan kuisioner dan test 1
    Kuisioner pertama dalam Delphi mengikuti partisipan untuk menulis respon pada garis besar masalah. Sampul surat termasuk tujuan, guna dari hasil, perintah dan batas akhir respon.
5. Analisa kuisioner 1
 Analisa kuisioner harus dihasilkan dalam ringkasan yang bersisi bagian – bagian yang diidentifikasi dan komentar dibuat dengan jelas dan dapat dimengerti responden terhadap kuisioner 2. Anggota grup kerja mendokumentasikan masing – masing respon pada kartu indeks, memilih kartu kedalam katagori umum, mengembangkan sebuah konsensus pada label untuk masing – masing katagori dan menyiapkan ringkasan bayangan yang berisi katagori – katagori.
6. Pengembangan kuisioner dan test 2
Kuisioner kedua dikembangkan menggunakan ringkasan responden dari kuisioner 1. Fokus dari kuisioner ini adalah untuk mengidentifikasikan area yang disetujui dan yang tidak, mendiskusikan dan mengidentifikasi bagian yang diinginkan serta membantu partisipan mengetahui masing – masing posisi dan bergerak menuju pendapat yang akurat, responden diminta untuk memilih pada ringkasan bagian kuisioner 1
7. Analisa kuisioner 2
Tugas dari kelompok kerja adalah menghitung jumlah suara masing – masing bagian yang meringkas komentar yang dibuat tentang masing – masing bagian. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan jika informasi lengkap akan membantu untuk penyelesaian masalah atau paling tidak membuktikan untuk digunakan di berbagai cara.
8.  Mengembangkan kuisioner dan test 3
     Kuisioner 3 didesain untuk mendorong masukan proses Delphi
9.  Analisis kuisioner 3
    Analisa tahap ini mengikuti prosedur yang sama pada analisis kuisioner 2
10. Menyiapkan laporan akhir

Metoda Delphi dipandang lebih tepat dipergunakan untuk menjaring opini untuk perumusan  visi maupun objektif  disebabkan pertimbangan
·     Kemampuannya untuk menampung opini subjektif  setiap individu secara iteratif dan adanya umpan balik terkendali  dalam penilaian respons kelompok
·     Sifat anonim dalam penarikan survey-nya, maka memungkinkan pengungkapan pendapat secara bebas dan tak memunculkan efek dominasi atau pengaruh sesuatu pendapat dari seseorang yang memiliki otoritas lebih tinggi dalam melahirkan ide.
·      Seluruh responden terlibat aktif sejak awal proses dan putaran survey sehingga memudahkan mencari solusi yang kompromistis dan memberikan efektivitas tinggi dalam implementasi keputusan.

Jumat, 30 November 2012

My Tesis MMT ITS


    (CASE STUDY CITILINK - GARUDA INDONESIA)

By:
Beny Purnama 
9109201401
Date of Examination: July 21, 2012  



Abstract

Citilink is a Strategic Business Unit of PT Garuda Indonesia Citilink wherein the first operation on July 16, 2001 where, in the progress up to January 2008, Garuda Indonesia Citilink decided not to operate for a while to reorganize Citilink policy and strategy. With the concept of Low Cost Carrier (LCC) operates Citilink back in September 2008 with a base of operations in Surabaya, with limited personal key assignments as many as 11 employees from various functions Garuda Indonesia responsibilities in the area of  Engineering, Operations, Finance, HR and Marketing. In contrast to Garuda Indonesia, the organization at Citilink does not have the Department of Strategy. Citilink marketing outreach - Garuda Indonesia from 2009 - 2011 shows the increase in load factor is the fulfillment of the available seat capacity, but the beginning of 2012 month of January to April has been a decline in which this would complicate the achievement of the desired load factor. Based on these trends indicate whether the marketing strategy implemented if it is appropriate or needs to be reviewed has been given in addition to the indication for the achievement of revenue targets also do not meet the target of a maximum income of the company. Currently SBU Citilink in the marketing department does not have a standard "framework" of marketing strategy formulation, the researchers used the method for Delphi, AHP and SWOT for the design of marketing strategy formulation with the simulation data management with the results of this study demonstrate the Delphi method, AHP and SWOT can be used as the standard framework of marketing strategy formulation procedures.

Keywords : Delphi, AHP, framework, and SWOT

Manajemen Pemasaran (Studi Kasus Garuda Indonesia)_jilid 6 (Tamat)



  KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Menurut kami, Garuda Indonesia telah melakukan strategi pemasaran yang bagus hingga saat ini.  Untuk mendapatkan strategi pemasaran yang tepat, Garuda Indonesia telah melakukan analisa yang dalam pada seluruh aspek yang terkait pada Garuda Indonesia secara mendalam dan menyeluruh, serta dilakukan secara beberapa kali  untuk mendapatkan strategi pemasaran yang tepat. Mengenai teknik yang digunakan dalam menganalisa dirinya, kami masih belum dapat mengetahu metode apa yang mereka lakukan karena hal itu bersifat confidentinal sehingga kami mengalami kesusahan dalam melakukan penelusuran lebih dalam.
Strategi pemasaran yang tepat yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia dapat dilihat pada eksistensi dan arus penerbangan Garuda Indonesia di dunia maskapai penerbangan domestic pada khususnya dan penerbangan internasional pada umumnya. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, hal ini dilihat dari beberapa pencapaian yang telah dilakukan seperti penambahan armada penerbangan dengan kualitas pesawat yang berteknologi tinggi sehingga Garuda Indonesia dapat melakukan perluasan area penerbangan baik domestik maupun internasional. Sertifikat IATA Operational Safety Audit yang didapatkan pada tahun 2008 sebagai bukti bahwa Garuda Indonesia mempunyai tingkat jaminan keselamatan penerbangan dan keamanan yang terbukti secara internasional dan satu-satunya maskapai penerbangan Indonesia yang mendapatkan sertifikasi internasional tersebut.

SARAN
Saran bagi Garuda Indonesai adalah melakukan perbaikan kualitas secara menyeluruh untuk memberikan “excellent service” bagi seluruh penumpang sehingga visi Garuda Indonesia untuk menjadi  “penerbangan pilihan utama di Indonesia yang berdaya saing internacional”. Garuda Indonesia tidak boleh cepat merasa puas akan keberhasilan yang tetap diraih agar visi tersebut semakin nyata dalam perjalanan hidup Garuda Indonesia sehingga dapat mengharumkan nama Indonesia sebagai maskapai penerbangan Indonesia yang terbukti dapat bersaing dengan maskapai penerbangan internacional di kancah penerbangan internasional.



  REFERENSI



Manajemen Pemasaran (Studi Kasus Garuda Indonesia)_jilid 5


 MARKET RESEARCH
    

Dalam bagian ini, kami mencoba menangkap gambaran besar market research yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi tingkat persaingan di dunia penerbangan yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang kami ambil sebagai contoh merupakan perusahaan yang sangat besar dan sangat besar juga tingkat kompleksitasnya jika dilakukan market research dalam waktu terbatas dan jumlah personil yang terbatas karena market research akan berjalan dengan maksimal, jika kita melakukan riset pasar pada seluruh aspek perusahaan dan secara menyeluruh. Itulah sebabnya mengapa kami  memilih untuk mencoba menangkap riset pasar yang telah dilakukan Garuda Indonsesi.

Krisis global sebagai salah satu faktor yang telah mempengaruhi kinerja komersial perusahaan. Kendati demikian, terkait dengan “customer centricity Garuda Indonesia tetap membuka rute baru demi melayani permintaan pelanggan yang terus berkembang. Garuda Indonesia giat melakukan pengembangan rute sehingga tercipta profit yang optimum.  Untuk memperbaiki kinerja dan memenangkan persaingan dalam merebut pasar, Garuda Indonesia sangat mengedepankan pada nilai-nilai perusahaan yang dianut. Satu nilai yang dianut sangat erat hubungannya dengan konsumen, yaitu customer centricity. 

DEFINISI MASALAH DAN PENETAPAN TUJUAN RISET
Pada Garuda Indonesia yang melakukan usaha menjual jasa penerbangan, maka mengacu pada sasaran strategies perusahaan, masalah yang dihadapi adalah ”Bagaimana menjadi ”leading carrier” dalam penerbangan dalam negeri dan ”flag carrier” untuk penerbangan internasional”. Tujuan dari dari riset yang dilakukan adalah untuk mencapai sasaran perusahaan, utamanya pada peningkatan kepuasan pelanggan.

RENCANA RISET (RESEARCH PLANNING)

Berikut ini tahapan-tahapan pada riset pasar yang dilakukan pada umumnya :
  1. Menentukan jumlah contoh yang akan diteliti (misalnya : 1% dari rata-rata penumpang harian)
  2. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk questionaire
  3. Melakukan sampling secara proporsional random. Proporsional didasarkan volume penumpang di rute tertentu dan  secara random untuk penumpangnya.
  4. Melakukan pengambilan data
  5. Melakukan analisa data
  6. Pengambilan kesimpulan
  7. Pembuatan strategi yang harus dilakukan

ANALISA DATA
Revenue Passenger Kilometer
Seiring dengan meningkatnya kepercayaan pelanggan, pertumbuhan permintaan dan peningkatan kapasitas produksi, RPK penerbangan mainbrand relatif stabil yaitu sebesar 15,4 miliar di tahun 2009.  RPK penerbangan internasional tercatat mengalami penurunan sebesar 2,7% menjadi 8,5 miliar, sementara RPK penerbangan domestik mengalami peningkatan sebesar 3,2% menjadi 6,8 miliar.
  
Seat Load Factor
Tingkat Seat Load Factor (SLF) untuk penerbangan mainbrand tercatat sebesar 73,5% di tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan 76,5% di tahun 2008 karena semakin tingginya tingkat persaingan dan penambahan ASK.

 Pangsa Pasar Internasional
Jumlah penumpang di pasar internasional ke dan dari bandara Cengkareng dan Ngurah Rai Denpasar mengalami kenaikan sebesar 7,2% selama tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun krisis ekonomi dunia menyebabkan penurunan permintaan untuk area Jepang-Korea-Cina, namun area lain menunjukkan pertumbuhan, dengan pertumbuhan terbesar dinikmati oleh area layanan South West Pacificdari bertambahnya maskapai yang melayani rute ini khususnya maskapai low cost, seperti Jetstar, Indonesia Air Asia dan Virgin Blue.
  
Sebagai akibat dari gencarnya ekspansi maskapai penerbangan low cost, pangsa pasar Garuda Indonesia di pasar internasional mengalami penurunan dari 26,3% di tahun 2008 menjadi 23,2% di tahun 2009. Kendati demikian, Garuda Indonesia masih menjadi pemimpin pasar untuk area Jepang-Korea-Cina, Timur Tengah dan South West Pacific (Australia).
  
Domestik
Total penumpang di pasar domestik dari dan ke bandara Cengkareng dan Ngurah Rai selama tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 14,0% dibandingkan tahun 2008. Krisis ekonomi global tidak banyak berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia karena berkembangnya ekonomi daerah membuat arus penumpang antar daerah meningkat sehingga mendorong pertumbuhan bisnis penerbangan domestik yang cukup signifikan. Ditambah lagi penggunaan pesawat dengan kapasitas yang lebih besar turut memicu peningkatan jumlah penumpang karena kapasitas yang besar ini memungkinkan ditawarkannya harga yang menarik.

IMPLEMENTASI DARI RISET PASAR
Salah satu implementasi yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia adalah memperluas jaringan penerbangan dan menutup jalur penerbangan yang tidak efektif. Berdasarkan kajian tersebut, beberapa rute penerbangan ditutup dan dialihkan ke rute-rute yang memberikan kinerja baik. Di tahun 2009, perusahaan membuka 14 rute baru yang terdiri dari 7 rute domestik dan 7 rute internasional, serta melakukan reroute terhadap 3 rute internasional. Rute domestik yang baru adalah Denpasar-Mataram vv, Jakarta-Denpasar-Kupang vv, Jakarta-Jambi vv, Jakarta-Makasar-Kendari vv, Jakarta-Malang vv, Jakarta-Pangkal Pinang vv, Jakarta-Tanjung Karang vv.

Sementara rute internasional yang baru adalah Denpasar-Hong Kong vv,Jakarta-Melbourne vv, Jakarta-Seoul vv, Jakarta-Shanghaivv, Jakarta-Sydney vv, Mataram-Jakarta-Kuala Lumpurvv dan Surabaya-Hong Kong vv. Namun, dari 7 rute internasional yang baru, 2 rute ditutup per Desember 2009. Per akhir 2009, perusahaan memiliki 46 kota tujuan penerbangan yang dan melayani 57 rute, yaitu 34 rute domestik dan 23 rute internasional.  Perusahaan mentargetkan dapat melayani penerbangan ke seluruh ibukota propinsi demi meningkatkan utilisasi pesawat di masa datang.

Disamping membuka rute baru, Garuda Indonesia juga melakukan intensifikasi atas jaringan penerbangan yang ada.  Jaringan penerbangan Perusahaan saat ini menghubungkan 28 kota domestik dan 24 kota internasional, termasuk sembilan kota yang diterbangi oleh mitra codeshare perusahaan. Di tahun 2009, mitra codeshare ini berjumlah 9 maskapai penerbangan.Disamping itu Garuda Indonesia juga membangun kerjasama dengan beberapa maskapai penerbangan internasional, seperti Singapore Airlines, Silk Air, China Airlines, China Southern Airlines, Korean Air, MalaysianAirlines, Philippine Airlines, and Qatar Airways untuk melayani pasar Asia Tenggara maupun internasional.

Manajemen Pemasaran (Studi Kasus Garuda Indonesia)_jilid 5


MARKET RESEARCH
  

RISET PASAR (MARKET RESEARCH)
Dalam bagian ini, kami mencoba menangkap gambaran besar market research yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi tingkat persaingan di dunia penerbangan yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang kami ambil sebagai contoh merupakan perusahaan yang sangat besar dan sangat besar juga tingkat kompleksitasnya jika dilakukan market research dalam waktu terbatas dan jumlah personil yang terbatas karena market research akan berjalan dengan maksimal, jika kita melakukan riset pasar pada seluruh aspek perusahaan dan secara menyeluruh. Itulah sebabnya mengapa kami  memilih untuk mencoba menangkap riset pasar yang telah dilakukan Garuda Indonsesi.

Krisis global sebagai salah satu faktor yang telah mempengaruhi kinerja komersial perusahaan. Kendati demikian, terkait dengan “customer centricity Garuda Indonesia tetap membuka rute baru demi melayani permintaan pelanggan yang terus berkembang. Garuda Indonesia giat melakukan pengembangan rute sehingga tercipta profit yang optimum.  Untuk memperbaiki kinerja dan memenangkan persaingan dalam merebut pasar, Garuda Indonesia sangat mengedepankan pada nilai-nilai perusahaan yang dianut. Satu nilai yang dianut sangat erat hubungannya dengan konsumen, yaitu customer centricity. 

DEFINISI MASALAH DAN PENETAPAN TUJUAN RISET
Pada Garuda Indonesia yang melakukan usaha menjual jasa penerbangan, maka mengacu pada sasaran strategies perusahaan, masalah yang dihadapi adalah ”Bagaimana menjadi ”leading carrier” dalam penerbangan dalam negeri dan ”flag carrier” untuk penerbangan internasional”. Tujuan dari dari riset yang dilakukan adalah untuk mencapai sasaran perusahaan, utamanya pada peningkatan kepuasan pelanggan.

RENCANA RISET (RESEARCH PLANNING)

Berikut ini tahapan-tahapan pada riset pasar yang dilakukan pada umumnya :
  1. Menentukan jumlah contoh yang akan diteliti (misalnya : 1% dari rata-rata penumpang harian)
  2. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk questionaire
  3. Melakukan sampling secara proporsional random. Proporsional didasarkan volume penumpang di rute tertentu dan  secara random untuk penumpangnya.
  4. Melakukan pengambilan data
  5. Melakukan analisa data
  6. Pengambilan kesimpulan
  7. Pembuatan strategi yang harus dilakukan

ANALISA DATA
Revenue Passenger Kilometer
Seiring dengan meningkatnya kepercayaan pelanggan, pertumbuhan permintaan dan peningkatan kapasitas produksi, RPK penerbangan mainbrand relatif stabil yaitu sebesar 15,4 miliar di tahun 2009.  RPK penerbangan internasional tercatat mengalami penurunan sebesar 2,7% menjadi 8,5 miliar, sementara RPK penerbangan domestik mengalami peningkatan sebesar 3,2% menjadi 6,8 miliar.
  
Seat Load Factor
Tingkat Seat Load Factor (SLF) untuk penerbangan mainbrand tercatat sebesar 73,5% di tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan 76,5% di tahun 2008 karena semakin tingginya tingkat persaingan dan penambahan ASK.
  
Pangsa Pasar Internasional
Jumlah penumpang di pasar internasional ke dan dari bandara Cengkareng dan Ngurah Rai Denpasar mengalami kenaikan sebesar 7,2% selama tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun krisis ekonomi dunia menyebabkan penurunan permintaan untuk area Jepang-Korea-Cina, namun area lain menunjukkan pertumbuhan, dengan pertumbuhan terbesar dinikmati oleh area layanan South West Pacificdari bertambahnya maskapai yang melayani rute ini khususnya maskapai low cost, seperti Jetstar, Indonesia Air Asia dan Virgin Blue.

 Sebagai akibat dari gencarnya ekspansi maskapai penerbangan low cost, pangsa pasar Garuda Indonesia di pasar internasional mengalami penurunan dari 26,3% di tahun 2008 menjadi 23,2% di tahun 2009. Kendati demikian, Garuda Indonesia masih menjadi pemimpin pasar untuk area Jepang-Korea-Cina, Timur Tengah dan South West Pacific (Australia).


Domestik
Total penumpang di pasar domestik dari dan ke bandara Cengkareng dan Ngurah Rai selama tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 14,0% dibandingkan tahun 2008. Krisis ekonomi global tidak banyak berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia karena berkembangnya ekonomi daerah membuat arus penumpang antar daerah meningkat sehingga mendorong pertumbuhan bisnis penerbangan domestik yang cukup signifikan. Ditambah lagi penggunaan pesawat dengan kapasitas yang lebih besar turut memicu peningkatan jumlah penumpang karena kapasitas yang besar ini memungkinkan ditawarkannya harga yang menarik.

IMPLEMENTASI DARI RISET PASAR
Salah satu implementasi yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia adalah memperluas jaringan penerbangan dan menutup jalur penerbangan yang tidak efektif. Berdasarkan kajian tersebut, beberapa rute penerbangan ditutup dan dialihkan ke rute-rute yang memberikan kinerja baik. Di tahun 2009, perusahaan membuka 14 rute baru yang terdiri dari 7 rute domestik dan 7 rute internasional, serta melakukan reroute terhadap 3 rute internasional. Rute domestik yang baru adalah Denpasar-Mataram vv, Jakarta-Denpasar-Kupang vv, Jakarta-Jambi vv, Jakarta-Makasar-Kendari vv, Jakarta-Malang vv, Jakarta-Pangkal Pinang vv, Jakarta-Tanjung Karang vv.

Sementara rute internasional yang baru adalah Denpasar-Hong Kong vv,Jakarta-Melbourne vv, Jakarta-Seoul vv, Jakarta-Shanghaivv, Jakarta-Sydney vv, Mataram-Jakarta-Kuala Lumpurvv dan Surabaya-Hong Kong vv. Namun, dari 7 rute internasional yang baru, 2 rute ditutup per Desember 2009. Per akhir 2009, perusahaan memiliki 46 kota tujuan penerbangan yang dan melayani 57 rute, yaitu 34 rute domestik dan 23 rute internasional.  Perusahaan mentargetkan dapat melayani penerbangan ke seluruh ibukota propinsi demi meningkatkan utilisasi pesawat di masa datang.

Disamping membuka rute baru, Garuda Indonesia juga melakukan intensifikasi atas jaringan penerbangan yang ada.  Jaringan penerbangan Perusahaan saat ini menghubungkan 28 kota domestik dan 24 kota internasional, termasuk sembilan kota yang diterbangi oleh mitra codeshare perusahaan. Di tahun 2009, mitra codeshare ini berjumlah 9 maskapai penerbangan.Disamping itu Garuda Indonesia juga membangun kerjasama dengan beberapa maskapai penerbangan internasional, seperti Singapore Airlines, Silk Air, China Airlines, China Southern Airlines, Korean Air, MalaysianAirlines, Philippine Airlines, and Qatar Airways untuk melayani pasar Asia Tenggara maupun internasional.


Kamis, 22 November 2012

Manajemen Pemasaran (Studi Kasus Garuda Indonesia)_jilid 4


PDB
    POSITIONING, DIFFERENTIATION, BRANDING

POSITIONING
Positioning adalah proses penciptaan akan image dari produk untuk dapat dipegang dalam pikiran konsumennya sehingga dapat bersaing melawain produk-produk pesainnnya. Dengan positioning yang jelas, konsumen dapat dengan jelas memahami apa yang menjadi ciri unik dalam produk kita ketika dibandingkan dengan produk pesaingnya.

Garuda Indonesia telah dengan jelas menyatakan posisinya. Dengan mengetahui dan menentukan posisi dirinya, membuat Garuda Indonesia dapat dengan jelas siapa yang menjadi target pemasaran mereka.  Hal ini tercermin dalam visi Garuda Indonesia yaitu “Menjadi perusahaan penerbangan pilihan utama di Indonesia yang berdaya saing internasional”.  Dalam gambaran yang lebih konkrit, posisi Garuda Indonesia telah memberikan posisi yang di jelas di pandangan masyarakat luas dimana ketika seseorang berbicara kata “Garuda Indonesia” itu berarti sebuah maskapai penerbangan yang sangat memperhatikan kualitas pelayanan bagi seluruh penumpangnya, bukan sebuah maskapai penerbangan yang hanya memberikan jasa tranportasi udara tetapi tanpa memperhatikan keselamatan penumpang dan kenyamanan selama perjalanan. Garuda Indonesia melakukan perubahan dalam usaha mengambil hati konsumennya dari company-oriented menjadi customer-oriented. Dari sekedar “service”, kita menjadi lebih mengarah pada “caring service”.

Hal tersebut telah tercermin juga dalam misi-misi Garuda Indoenesia dimana hal itu juga telah mempengaruhi seluruh aspek dalam Garuda Indonesia dimana segala tindak lakunya. Hal ini bisa dilihat pada beberapa hasil pencapaian yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia seperti layanan kerja sama dengan kantor imigrasi dan layanan bea cukai, dimana konsumen Garuda Indonesia diberikan hak khusus akan layanan imigrasi dan bea cukai sehingga mereka tidak perlu susah payah antri menunggu giliran diproses seperti penumpang pada maskapai penerbangan yang lain

Selain itu, Garuda Indonesia berusaha untuk memperbaiki tingkat keamanan dan jaminan keselamatan bagi seluruh penumpangnya dengan cara mendapatkan sertifikat IATA Operational Safety Audit pada tahun 2008 dengan cara yang sangat susah dan harus melewati proses yang panjang. IATA Operational Safety Audit adalah sertifikasi internasional di bidang jaminan keselamatan dan telah diakui oleh internasional. Sebagai informasi, Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan Indonesia yang pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi internasional tersebut.

Baru-baru ini, Garuda Indonesia juga telah membangun sebuah service center di Jakarta yang disebut dengan sebutan Garuda Indonesia Service Center. Garuda Indonesia mencoba untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan dengan konsep “excellent service” dimana melalui service center ini, Garuda Indonesia melayani berbagai macam kebutuhan penerbangan bagi penumpang mulai dari sebelum penerbangan hingga sesudah penerbangan.

DIFFERENTIATION
Garuda Indonesia telah melakukan diferensiasi pada produk yang ditawarkan kepada seluruh penumpangnya dengan konsep “excellent service”. Konsep layanan tersebut telah menjadi faktor yang membedakan Garuda Indonesia dibandingkan para kompetitornya yang lain. Ketika yang lain berusaha bergerak di bidang “low cost carrier”, Garuda Indonesia tidak serta merta melakukan penghancuran harga untuk tetap mengambil hati pelanggan dimana hal ini bisa membunuh visi Garuda Indonesia yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, Garuda Indonesia justru berusaha menarik hati pelanggannya melalui konsep “excellent service”. Garuda Indonesia percaya bahwa dengan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi melalui kualitas layanan yang tinggi pula akan pelanggan tersebut untuk kembali lagi dan tidak sungkan untuk mengeluarkan nilai yang lebih.

Untuk tetap mengambil hati di pandangan pelanggan yang masih berorientasi pada harga yang murah, Garuda Indonesia telah membuat sebuah anak perusahaan baru bernama “Citilink” dimana anak perusahaan ini menggunakan konsep “low cost carrier” namun tetap mempertahankan kualitas layanan yang tinggi pula (walau tidak setinggi Garuda Indonesia).

Hal ini diharapkan, Garuda Indonesia dapat tetap mempertahankan standar layanan yang tinggi serta dapat mengambil hati di masyarakat yang masih menjadikan factor harga sebagai faktor utama dalam pemilihan maskapai.

BRANDING

Garuda Indonesia telah mempunyai branding yang cukup kuat di kalangan masyarakat Indonesia dimana Garuda Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu maskapai penerbangan yang menjadi pioner utama dalam dunia penerbangan dengan prestasi keamanan dan jaminan keselamatan penumpang yang tinggi serta kualitas layanan yang tinggi yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu. Di dunia internasional, Garuda Indonesia telah menjadi salah satu maskapai penerbangan yang telah mempunyai beberapa rute penerbangan internasional yang tidak kalah bersaing dengan maskapai penerbangan internasional lainnya dimana Garuda Indonedia mencoba mengadopsi kultur Indonesia di dalam setiap layanan penerbangan yang mereka berikan sehingga dapat memberikan unsur unik dalam pelayanannya.










Manajemen Pemasaran (Studi Kasus Garuda Indonesia)_jilid 3


4C
    CHANGE, COMPANY, CUSTOMER, COMPETITOR

Dalam bagian ini, kami mencoba untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi tentang pemasaran yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di dunia penerbangan khususnya Indonesia. Kami mencoba melakukan pendekatan dengan menggunakan konsep 4C  yang meliputi Change, Company, Customer dan Competitor.

CHANGE : Layanan yang cepat, radikal dan berkelanjutan

Dalam bagian CHANGE, Garuda Indonesia melakukan pendekatan change dari sisi teknologi, regulasi , sosial budaya, ekonomi dan pasar.

1.      Sisi teknologi
Berdasarkan pertimbangan untuk melakukan perbaikan dari sisi efisiensi operasional, keamanan dalam penerbangan, dan masalah lingkungan serta keinginan Garuda Indonesia untuk menjadi sebuah penerbangan yang full services sebagai salah satu daya saing dalam berkompetisi di dunia penerbangan, Garuda Indonesia telah menetapkan untuk menambah armada penerbangan hingga 10 unit B777-300ER dengan fasilitas teknologi yang canggih. Selain itu, Garuda Indonesia juga telah melakukan pembelian 25 unit armada B737-800NG untuk mendukung perluasan area penerbangan yang dimiliki.

2.      Sisi regulasi
Garuda Indonesia juga telah melakukan penyesuaian sesuai dengan perubahan regulasi dalam penerbangan yang terjadi untuk dapat terus eksis di dalam dunia penerbangan, baik dalam skala nasional atauapun dalam skala internasional. Garuda Indonesia menyadari pentingnya untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dalam menghadapi penerapan Open Sky Policy in Asean yang rencananya akan diterapkan pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan makin banyak jumlah kompetitor yang harus dikalahkan oleh Garuda Indonesia jika ia masih ingin eksis di dunia penerbangan ini. Ini berarti, Garuda Indonesia harus siap melawan maskapai penerbangan dari luar negeri yang telah berani memberikan jasa penerbangan dengan harga yang relatif jauh lebih murah darinya.

Selain itu, Garuda Indonesia juga pernah mengalami masalah di bidang regulasi yang sempat dikeluarkan oleh beberapa negara besar di dunia yang melarang warga negaranya untuk berkunjung ke Indonesia setelah beberapa kejadian kecelakaan yang sempat terjadi oleh maskapai penerbangan Indonesia. Hal ini menyebabkan pandangan masyarakat dunia tentang kualitas keamanan penerbangan yang dimiliki oleh maskapai penerbangan Indonesia, dalam hal ini Garuda Indonesia seakan menjadi korban.

Menyikapi perubahan tersebut, Garuda Indonesia berusaha untuk memperbaiki tingkat keamanan dan jaminan keselamatan bagi seluruh penumpangnya dengan cara mendapatkan sertifikat IATA Operational Safety Audit pada tahun 2008 dengan cara yang sangat susah dan harus melewati proses yang panjang. IATA Operational Safety Audit adalah sertifikasi internasional di bidang jaminan keselamatan dan telah diakui oleh internasional. Sebagai informasi, Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan Indonesia yang pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi internasional tersebut.

3.      Sisi ekonomi
Sisi ekonomi juga memberikan dampak yang penting bagi dunia maskapai penerbangan. Kondisi ekonomi yang baik, akan diikuti dengan meningkatnya tingkat daya beli masyarakat. Begitu pula sebaliknya, jika kondisi ekonomi sedang tidak baik, biasanya tingkat daya beli menjadi menurut. Hal ini dirasakan pada waktu terjadinya resesi ekonomi di dunia sehingga menyebabkan beberapa negara merasakan makin lesunya perekonomian di negaranya, tak terkecuali Indonesia. Indonesia juga merasakan dampak dari resesi ekonomi yang terjadi beberapa tahun lalu.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih bisa dikatakan negara yang beruntung. Kondisi ekonomi Indonesia semakin lebih baik dan segera keluar dari resesi ekonomi yang ada, tidak seperti negara-negara berkembang yang lain yang masih terpuruk ekonominya. Walaupun masih dirasakan dampak dari resesi ekonomi dunia itu, tetapi daya beli masyarakat terhadap penggunaan layanan tranportasi penerbangan masih bisa dikatakan cukup tinggi sehingga maskapai penerbangan lokal yang ada tidak perlu melakukan penurunan harga tiket secara  drastis.

4.      Sisi pasar
Dari sisi pasar, Garuda Indonesia telah menyadari bahwa dia bukanlah satu-satunya pemain utama di dalam dunia maskapai penerbangan domestik. Garuda Indonesia telah menyadari makin banyaknya muncul kompetititor dalam dunia penerbangan domestik dimana kompetitornya lebih menekankan pada penekanan harga tiket yang murah (low cost).

Menanggapi persaingan harga yang makin ketat, Garuda Indonesia tidak langsung menyerah pada keadaan lalu mengikuti pola permainan lawannya dengan cara membanting harganya sehingga harus mengorbanan visi awal nya mereka untuk menjadi penerbangan yang dapat bersaing hingga ke dunia internasional. Garuda Indonesia memutuskan  untuk membuat sebuah anak perusahaan baru di bawahnya yang bernama Citilink dimana melalui anak perusahaan tersebutlah, Garuda Indonesia dapat “merebut” hati pelanggannya dengan konsep “low cost”. Alat ini digunakan sebagai salah satu alat untuk bersaing dengan kompetitornya yang menawarkan konsep “low cost” juga.


COMPANY : Membentuk “New” Garuda Indonesia
Garuda Indonesia menyadari perubahan yang telah terjadi dipasar dan terus melakukan dari banyak aspek. Dari aspek perusahaan, Garuda Indonesia pada tahun 2009 meluncurkan program “The Garuda Indonesia Experience” dimana melalui program ini, Garuda Indonesia tidak hanya sekedar meningkatkan pelayanan yang bersifat “hanya pelayanan saja”, tetapi lebih mengarah kepada “pelayanan yang peduli akan konsumennya”. Salah satu contoh yang konkrit akan program ini adalah dengan memberikan visa on-board, kolaborasi dengan kantor imigrasi setempat.  Hal ini membuat pelanggan Garuda tidak perlu lagi menunggu lama di antrian loket imigrasi dan bea cukai.

Selain melakukan pemotongan dari waktu antri untuk seluruh pelanggan Garuda Indonesia, Garuda Indonesia juga melakukan perubahan logo dan warna pada identitas perusahaannya. Jenis tulisan yang digunakan merefleksikan gaya dinamis saat ini. Logo yang ditaruh di atas tulisan memberikan makna bahwa Garuda Indonesia dapat “fly higher” (dapat lebih terbang lebih tinggi). Warna perusahaan juga telah diperkaa dengan warna kuning dan merah. Perubahan identitas perusahaan ini juga diaplikasikan pada warna badan pesawat, desain interior dan diaplikasikan pada semua elemen perusahaan. Desain baru tersebut dikenal dengan nama “Garuda Nature’s Wing” dimana merupakan salah satu bagian dalam komitmen Garuda Indonesia untuk menjadi sebuah maskapai penerbangan yang “full-service”


CUSTOMER : Memperkuat bargaining position
Garuda Indonesia menyadari betapa ketatnya persaingan yang harus dihadapinya untuk mendapatkan tempat di hati pelanggannya. Setiap orang kini lebih pintar dalam memilih produk karena semakin banyaknya pilihan jasa penerbangan yang beredar. Setiap orang kini dapat memilih rute penerbangan sesuka hati dengan banyak pertimbangan baik dari sisi harga, keselamatan penerbangan, tingkat layanan dan sebagainya. Itu berarti semakin sulit juga untuk mendapatkan tingkat kepuasan pelanggan dimana harapannya dapat membuat seseorang untuk kembali menggunakan jasa penerbangannya lagi.

Hal inilah yang membuat Garuda Indoensia mawas diri untuk segera melakukan perbaikan dari segala aspek. Garuda Indoensia menyadari bahwa Garuda Indonesia harus lebih mengarahkan pelayanan yang berorientasi pada customer (customer-oriented), bukan lagi berorientasi pada nama perusahaan saja. Hal ini diharapkan agar Garuda Indonesia dapat tetap menuju ke visi yang diharapakan yaitu menjadi “pemimpin” dalam dunia maskapai penerbangan domestik dan mampu bersaing di dunia internasional

COMPETITOR : Meningkatkan jumlah dan lebih agresif
Garuda Indonesia menyadari bahwa persaingan di dunia penerbangan makin meningkat. Hal ini dinyatakan melalui jumlah maskapai penerbangan yang baru baik dari domestic maupun dari internasional.

Di dunia internasional, Garuda Indonesia harus bersaing melawan maskapai penerbangan yang “heavyweight” seperti Singapore Airlines, Cathay Pacific, Thai Airways, Malaysian Airlines System dan masih banyak lagi yang lain. Di daerah ASEAN, Garuda Indonesia harus bersaing melawan Air Asiea, Jetstar Airways, Value Air dan maskapai penerbangan yang lain yang menawarkan jasa penerbangan dengan konsep “low-cost carrier”. Hal ini menyebabkan Garuda Indonesia harus menerapkan strategi baru dalam kegiatannya untuk merebut hati pelanggannya untuk tidak beralih ke maskapai penerbangan lain.